Daerah

BPN Subang Ungkap Misteri Sertifikat Laut di Legonkulon dan Patimban

Published

on

Pertemuan Dedi Mulyadi dengan Kepala BPN Subang. (Foto: Ist)

TODAY.ID, Subang – Gubernur Jawa Barat (Jabar) terpilih Dedi Mulyadi, mengundang Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Subang untuk berdiskusi terkait keberadaan sertifikat kepemilikan laut di kawasan Legokluhun hingga Patimban.

Diketahui, dua kecamatan di Kabupaten Subang ini tengah menjadi sorotan karena adanya ratusan Sertifikat Hak Milik (SHM) yang mencakup area perairan.

Pertemuan Dedi Mulyadi dengan Kepala BPN Subang tersebut dibagikan melalui kanal YouTube resmi, sebagaimana dilansir pada Senin (10/2/2025).

Dalam kesempatan itu, Dedi Mulyadi meminta penjelasan terperinci kepada Kepala Kantor Pertanahan Subang, Hermawan, mengenai sejarah dan legalitas kepemilikan laut yang terdaftar tersebut.

“Bagaimana bisa di Subang ada laut yang menjadi hak milik? Itu asal-usulnya seperti apa?” tanya Dedi.

Pertemuan Dedi Mulyadi dengan Kepala BPN Subang. (Foto: Ist)

Hermawan menjelaskan bahwa sejak ia menjabat sebagai kepala Kantor Pertanahan Subang selama empat bulan terakhir, ia telah melakukan penelusuran mendalam terhadap dokumen-dokumen terkait.

Ia mengaku menemukan bahwa kawasan perairan itu sebelumnya terdaftar sebagai milik perseorangan.

“Dalam empat bulan ini, saya mencoba mengkaji dokumen yang sudah diterbitkan sejak dahulu. Berdasarkan peta dari tahun 1942 yang berasal dari era kolonial Belanda, garis pantai di wilayah Patimban awalnya rata. Namun, peta dari tahun ke tahun menunjukkan adanya sedimentasi yang membentuk tanah baru. Awalnya pantainya lurus, tetapi lama-lama terbentuk daratan menyerupai gurun,” jelas Hermawan.

Pada tahun 2021, kawasan tersebut diidentifikasi sebagai tanah timbul, yang kemudian ditetapkan sebagai objek redistribusi tanah oleh pemerintah.

Program redistribusi tanah ini bertujuan untuk mendistribusikan tanah negara kepada masyarakat setempat, khususnya di Patimban.

Pertemuan Dedi Mulyadi dengan Kepala BPN Subang. (Foto: Ist)

“Kawasan ini dimanfaatkan untuk program reforma agraria. Oleh karena itu, diterbitkan Sertifikat Hak Milik untuk masyarakat, dengan luas tanah maksimal dua hektare per orang sesuai area garapan mereka. Namun, sejauh yang kami tahu, tidak ada laporan jual beli tanah, meskipun belakangan ada laporan tentang dugaan mafia tanah,” tambahnya.

Namun, perubahan terjadi pada 2021 hingga 2022 ketika wilayah tersebut kembali mengalami abrasi yang mengubah tanah menjadi perairan lagi.

“Kami melakukan pengecekan lapangan, dan ternyata terjadi abrasi signifikan yang menyebabkan area itu kembali menjadi laut,” ujar Hermawan.

Kondisi ini kemudian dilaporkan kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN). Pada tahun 2023, pemerintah memutuskan untuk memblokir seluruh sertifikat terkait tanah di kawasan tersebut.

Saat ini, seluruh sertifikat yang mencakup wilayah perairan Subang telah dibatalkan demi menghindari potensi masalah hukum di masa depan.(*)

Laman: 1 2 3

Exit mobile version