Daerah

Poslogis Cianjur Kritik Keras Pemangkasan Insentif Guru Ngaji

Published

on

Ketua Presidium Poslogis Cianjur, Asep Toha. (Foto: JabarNews)

TODAY.ID, Cianjur – Presidium Poslogis Kabupaten Cianjur mengkritik kebijakan pemangkasan insentif guru ngaji yang tertuang dalam Perbup Cianjur Nomor 18 Tahun 2025.

Kebijakan tersebut dinilai bertentangan dengan filosofi keadilan, pilar budaya Cianjur (Ngaos, Mamaos, Maenpo), serta berisiko menimbulkan konflik sosial.

Ketua Presidium Poslogis Cianjur, Asep Toha (Kang Asto), mengatakan Perbup tersebut merevisi Perbup Nomor 4 Tahun 2025 dengan dalih efisiensi fiskal sesuai Inpres Nomor 1 Tahun 2025. Namun, revisi itu berdampak besar terhadap jumlah penerima insentif.

“Dampaknya, jumlah penerima turun drastis dari 10.000 menjadi hanya 392 orang, dengan anggaran terpangkas dari Rp20,8 miliar menjadi Rp784 juta,” kata Asto, Kamis (18/9/2025).

Menurutnya, kebijakan ini bertentangan dengan filosofi keadilan dan pilar budaya Cianjur, minim partisipasi publik, menimbulkan kecemburuan sosial, hingga konflik antar-lembaga, RT, dan desa. Bahkan,

Ketua Presidium Poslogis Cianjur, Asep Toha. (Foto: JabarNews)

Asto menyebut kebijakan ini berpotensi cacat hukum karena salah klasifikasi anggaran hibah yang seharusnya masuk kategori bansos sesuai Permendagri 77/2020.

“Selain itu, kebijakan ini menggerus legitimasi pemerintah daerah serta melemahkan peran guru ngaji sebagai penjaga moral dan identitas lokal,” tegasnya.

Secara strategis, Asto menilai kebijakan ini menimbulkan penurunan kepercayaan publik, potensi gugatan hukum, hingga risiko temuan audit BPK maupun Kemendagri.

“Artinya, ini melemahkan identitas religius Cianjur sebagai tatar santri,” ujarnya.

Poslogis merekomendasikan revisi Perbup 18/2025 dengan masa transisi 6–12 bulan. Mekanisme verifikasi penerima insentif juga disarankan berbasis partisipasi publik dengan melibatkan MUI, DPRD, ormas keagamaan, serta tokoh budaya.

Ketua Presidium Poslogis Cianjur, Asep Toha. (Foto: JabarNews)

Selain itu, Asto mendorong penyusunan Perda Perlindungan Guru Ngaji sebagai jaminan hukum jangka panjang, serta integrasi nilai Ngaos, Mamaos, dan Maenpo dalam RPJMD dan APBD.

“Sehingga keberlanjutan program terjamin,” katanya.

Asto menegaskan bahwa efisiensi fiskal tetap perlu, tetapi jangan sampai mengorbankan nilai budaya dan keadilan sosial.

“Tanpa koreksi, Perbup 18/2025 berpotensi menimbulkan krisis legitimasi, konflik sosial, serta erosi kepercayaan publik. Insentif guru ngaji harus tetap menjadi investasi moral dan budaya jangka panjang,” pungkasnya.(*)

Laman: 1 2 3

Exit mobile version