Nasional

Presiden Buka Kembali Kasus Aset Negara Hilang Rp17.450 Triliun

Published

on

Presiden Prabowo Subianto. (Foto: Net)

TODAY.ID, Jakarta – Langkah Presiden Prabowo Subianto membuka kembali kasus aset negara yang hilang di kawasan-kawasan strategis Jakarta menuai apresiasi luas, termasuk dari Indonesian Audit Watch (IAW).

Organisasi independen audit publik ini menyebut keberanian politik Presiden sebagai tonggak penting untuk memulihkan kedaulatan negara atas lahan yang telah dibeli secara sah sejak era Presiden Soekarno.

Sekretaris Pendiri IAW Iskandar Sitorus membeberkan bahwa luas lahan yang tergelincir ke tangan swasta tanpa prosedur legal mencapai 1.190 hektare. Kawasan tersebut meliputi lokasi-lokasi ikonik seperti Gelora Bung Karno (GBK), Menteng, Halim, Tebet, Cawang, hingga Kemayoran.

“Tanah-tanah ini dibeli negara secara sah menggunakan dana APBN 1961–1962 lewat kebijakan darurat perang yang ditandatangani Letjen A.H. Nasution. Dana disalurkan melalui Bank Sukapura, yang saat itu merupakan bank milik Pemprov DKI Jakarta,” kata Iskandar dalam keterangannya, Sabtu (12/7/2025).

Menurutnya, proses pembebasan lahan saat itu terekam dalam dokumentasi resmi seperti Buku Kas Bank Sukapura dan laporan Komando Urusan Pembebasan Areal Gelanggang (KUPAG) tahun 1962, dengan daftar 3.420 nama penerima dana ganti rugi. Namun, setelah masa Orde Baru, IAW menemukan bahwa sebagian besar lahan tersebut telah dialihkan ke pihak swasta secara ilegal.

Presiden Prabowo Subianto. (Foto: Net)

Hasil investigasi IAW menunjukkan tiga pola penghilangan aset negara: penerbitan Hak Guna Bangunan (HGB) tanpa dasar hukum oleh oknum BPN; perubahan fungsi lahan lewat surat keputusan pejabat daerah tanpa proses pelepasan domain publik; dan penyewaan liar oleh swasta tanpa menyetorkan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP).

“Dari total 1.190 hektare, hanya 18 persen yang masih tercatat sebagai Barang Milik Negara (BMN). Sisanya sudah berubah menjadi apartemen, mal, gedung perkantoran, dan proyek komersial tanpa catatan pelepasan resmi dari negara,” jelas Iskandar.

IAW menaksir kerugian negara akibat penguasaan ilegal tersebut mencapai Rp17.450 triliun, berdasarkan proyeksi nilai pasar dan potensi pendapatan sewa tahun 2025. Ironisnya, audit forensik atas pembebasan lahan 1961–1962 belum pernah dilakukan, meskipun dokumen historis masih tersimpan di Gedong Arsip DKI dan Perpustakaan Bank DKI.

“Jika hukum era 1959–1963 diabaikan, itu berarti mengkhianati konstitusi. Tanah milik negara tidak boleh berubah jadi komoditas diam-diam,” tegas Iskandar.

IAW mendesak pemerintah untuk segera menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) guna melakukan audit ulang terhadap aset bersejarah di Jakarta, membekukan seluruh sertifikat HGB di kawasan bermasalah, serta membentuk Satgas Gabungan yang melibatkan KPK, BPK, Kejaksaan Agung, Arsip Nasional, dan OJK.

Presiden Prabowo Subianto. (Foto: Net)

Tak hanya itu, IAW juga meminta agar status Yayasan Gelanggang Olahraga Bung Karno (YGORBK) dikembalikan ke struktur semula seperti tertuang dalam Keppres No. 318/1962 agar langsung berada di bawah kendali Presiden.

“Presiden Prabowo telah menunjukkan keberaniannya saat menyebut ada birokrat yang menyembunyikan aset negara dalam sidang Kabinet Paripurna 6 Mei 2025. Ini momen tepat untuk bertindak nyata. Rakyat tentu mendukung,” tandas Iskandar.(*)

Laman: 1 2 3

Exit mobile version